1.1pendaluhuan
Forum
ilmiah merupakan suatu kegiatan yang banyak dilakukan dalam bidang akademik. Kegiatan ini dilakukan untuk membicarakan mengenai
informasi ilmiah. Biasanya dilakukan dengan presentasi dan diskusi ilmiah.
Presentasi yang dilakukan dalam forum ilmiah ini berfungsi untuk menyebarkan
informasi ilmiah dan diskusi yang terjadi di dalamnya merupakan hal yang
penting dalam forum ilmiah yaitu sebagai salah satu cara mencari solusi, dan
pengembangan materi ilmiah yang dikaji.
Karena mahasiswa merupakan intelektual yang
berkewajiban mengumpulkan ilmu yang dimilikinya, kemahiran untuk melakukan
forum ilmiah ini merupakan suatu kebutuhan. Dalam suatu forum ilmiah selalu
terdapat proses penyampaian informasi dan diskusi mengenai masalah dan solusi
yang belum terpecahkan. Selama proses penyampaian informasi dan diskusi banyak
sekali pendapat yang berbeda. Agar forum ilmiah dapat berjalan dengan efektif
dan lancar, maka diperlukan suatu pengetahuan mengenai etika dan estetika
berforum ilmiah, khususnya dalam penggunaan bahasa Indonesia yang merupakan
suatu media komunikasi utama.
Etika
merupakan suatu aturan, yaitu aturan penggunaan bahasa Indonesia dalam forum
ilmiah ini. Seperti halnya sebuah kehidupan, aturan ini diperlukan untuk
membatasi kesalahan khusunya dalam pemilihan kata dan kalimat yangdigunakan
dalam berforum ilmiah. Mengetahui estetika berbahasa Indonesiadalam forum
Ilmiah ini juga sangat diperlukan, guna menyempurnakan diskusi dalam suatu
forum ilmiah. Oleh karena itu, makalah ini disusun dengan harapan dapat
digunakan sebagai pedoman mahasiswa dalam melakukan forum ilmiah.
Rumusan masalah
dari makalah ini antara lain:
1
Apa definisi dari forum ilmiah?
2
Apa sajakah jenis-jenis forum ilmiah?
3
Apa pengertian dari etika?
4
Apa defininisi dari estetika?
5
Bagaimana etika dan estetika berbahasa
dalam forum ilmiah?
6
Bagaimana etika dan estetika presentasi
dalam forum ilmiah?
7
Apa peran dalam forum ilmiah?
8
Apa etika dan peran dalam berbahasa
Indonesia?
Tujuan dari
penulisan makalah ini antara lain:
1 Mahasiswa
mengetahui definisi dari forum ilmiah
2
Mengetahui jenis-jenis forum ilmiah.
3
Memahami pengertian dari etika.
4
Memahami defininisi dari estetika.
5
Mengetahui cara untuk menjaga etika dan
estetika berbahasa dalam forum ilmiah.
6
Mengetahui etika dan estetika presentasi
dalam forumilmiah.
7
Mengetahui peran dalam forum ilmiah.
8
Mengetahui etika dan peran dalam
berbahasa Indonesia
Berikut ini
adalah beberapa manfaat dari penulisan makalah ini:
1 Bidang
akademik: Makalah ini memberikan pengetahuan mengenai cara penyajian presentasi
dalam bentuk forum ilmiah secara beretika dan berestetika dengan penggunaan
bahasa indonesia yang baik dan benar.
2 Bidang
praktis: Makalah ini dapat diaplikasikan sebagai pedoman nyata dalam melakukan
presentasi forum ilmiah yang beretika dan berestetika dengan penggunaan bahasa
indonesia yang baik dan benar.
2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa
Yunani yaitu ethos yang berarti
karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan
erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau
evaluasi terhadap sesuatuyang telah dilakukan. Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat- pendapat spontan kita.
Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis
kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah
diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh
manusia.
Secara metodologis, tidak
setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan
sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena itulah
etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah
laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga
tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif. Maksudnya etika
melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia (Mussarafah, 2012).
Kata
“etika” mempunyai dua arti. Pertama,
etika sebagai suatu cabang filosofi; kedua, sebagai objek atau materi dalam kajian filosofi tersebut. Filosofi
moral meliputi dua masalah utama:
1.
Meta–etika yang menganalisis arti dan
sifat elemen moral normatif dalam
tindakan, pikiran, serta bahasa
manusia.
2.
Etika normatif yang menyangkut penilaian
elemen tersebut dengan memberikan dan menilai kriteria untuk membenarkan peraturan dan penilaian (judgment) tentang hal moral disebut
benar dan salah atau baik dan buruk.
Etika normatif mempunyai implikasi langsung dengan tindakan, sifat, institusi, dan cara
hidup manusia yang seharusnya (Sulistiyo, 2001).
Kata estetika berasal dari kata
aesthesis yang artinya perasaan atau
sensitifitas, karena memang pada awalnya pengertian itu berhubungan dengan
lidah dan perasaan. Dalam pengertian teknis, Estetika adalah ilmu keindahan
atau ilmu yang mempelajari keindahan, kecantikan secara umum. Pengertian ini
berdasarkan kepada, bila kita memandang sesuatu secara umum, maka obyek
itu dapat memberikan rasa senang, puas dan sebagainya yang sejalur dengan kata
tersebut, maka dapat dikatakan obyek yang dipandang itu mengandung keindahan.
Estetika secara sederhana adalah ilmu yang membahas keindahan bagaimana ia bisa
terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut
mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris,
yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika
merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni (Mussarafah, 2012).
Forum
ilmiah merupakan suatu pertemuan yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa ataupun
pelaku pelaku-pelaku ilmiah lainnya, yang berfungsi sebagai sarana
penyebaran informasi ilmiah, baik secara konseptual maupun prosedural.
Dalam forum ilmiah, presentasi ilmiah merupakan suatu kegiatan yang pasti
dilakukan. Presentasi ilmiah dalam forum ilmiah selalu diikuti diskusi ilmiah
yang membahas mengenai permasalahan dan solusi masalah yang sedang dikaji.
Dari segi istilah, diskusi berarti perundingan/bertukar pikiran tentang
suatu masalah: untuk memahami, menemukan sebab terjadinya masalah, dan mencari
jalan keluarnya. Pada hakikatnya,
diskusi merupakan suatu cara untuk mengatasi masalah dengan proses berpikir kelompok.
Oleh karena itu, diskusi merupakan kegiatan kerja sama yang mempunyai
cara-cara dasar yang harus dipatuhi oleh seluruh kelompok (Sulistiyo, 2001).
Kemahiran untuk melakukan
presentasi ilmiah merupakan suatu kebutuhan. Agar presentasi ilmiah dapat
berjalan dengan efektif, ada kiat-kiat yang perlu diterapkan, yaitu (Mussarafah, 2012):
1.
Menarik perhatian dan minat pelaku
ilmiah.
Untuk
menarik minat dan perhatian pada topik/masalah yang dibahas, seorang penyaji
dapat menggunakan media yang menarik misalnya media visual seperti gambar
dengan warna yang dan ilustrasi yang menarik, menunjukkan latar belakang agar
informasi bisa tersampaikkan dengan baik sehingga semakin memperjelas pemahaman
pendengar, dan menjaga suara agar tidak monoton serta terdengar dengan jelas oleh
seluruh peserta yang berada di suatu ruangan.
2.
Menjaga agar presentasi tetap
fokus pada masalah yang dibahas.
Untuk
menjaga agar presentasi tetap fokus pada makalah yang dibahas, penyaji harus
menaati bahan yang telah disiapkan dan memberi penjelasan singkat, padat,
terhadap butir-butir inti.
3.
Menjaga etika ketika tampil di
depan forum ilmiah.
Untuk
menjaga etika dapat dilakukan dengan cara menghindari hal-hal yang dapat
merugikan (menyinggung perasaan) orang lain. Merupakan hal yang penting untuk
melatih dan mengontrol emosi serta ekspresi wajah agar penampilan penyaji tetap
pantas, sopan dan beretika sehingga tidak menyinggung perasaan salah satu pihak
(Haryanta, 2009).
4.
Mempertahankan perhatian minat dan
perhatian peserta.
Untuk menyampaikan pemikiran secara efektif, pembicara harus
dapat mempertahankan perhatian pendengar. Beberapa hal yang penting yang dapat
dipersiapkan adalah dengan menghubungkan subyek pembahasan dengan kebutuhan
pendengar, karena pendengar tertarik dengan hal-hal yang mempengaruhi mereka
secara pribadi, bahasa yang digunakan sebaiknya jelas dan hidup agar pendengar
tidak bosan, hubungkan gagasan dengan subyek yang dikenal dengan luas, dan
melibatkan pendengar dengan memberi kesempatan dalam menanggapi. Selain itu,
dalam presentasi juga dapat diselipkan sedikit komentar ringan/humor, cerita
singkat, mengedarkan sampel, mengajukkan pertanyaan singkat dan mengemukakkan
data statistik (Purbasari, 2009).
Forum ilmiah terbagi menjadi
beberapa jenis yang dibedakan berdasarkan tujuan forum, jumlah penyaji meupun
pendengar dan proses penyajian forum tersebut. Berikut ini adalah beberapa
jenis forum ilmiah (Mussarafah,
2012):
a. Diskusi Panel
Diskusi
Panel merupakan suatu diskusi yang terdiri atas seorang pemimpin, sejumlah
peserta, dan beberapa pendengar. Dalam jenis diskusi ini tempat
duduk diatur sedemikian rupa sehingga pendengar dapat mengikuti jalannya
diskusi dengan seksama. Setelah berlangsung tanya jawab antara pemimpin dan
peserta, peserta dan pendengar, pemimpin merangkum hasil tanya-jawab atau
pembicaraan, kemudian mengajak pendengar ikut mendiskusikan masalah tersebut
sekitar separuh dari waktu yang tersedia.
b. Seminar
Pertemuan
berkala yang biasanya diselenggarakan oleh sekelompok mahasiswa dalam
rangka melaporkan hasil penelitiannya, dan umumnya di bawah bimbingan seorang
dosen atau ahli. Tujuan diskusi jenis ini tidak untuk memutuskan
sesuatu. Seminar dapat bersifat tertutup atau terbuka. Yang terakhir
dapat dihadiri oleh umum, tetapi mereka tidak ikut berdiskusi, melainkan hanya
bertindak sebagai peninjau.
Untuk menyelenggarakan
seminar harus dibentuk sebuah panitia. Pembicara yang ditentukan sebelumnya,
umumnya menguraikan gagasan atau topiknya dalam bentuk kertas kerja.
c. Simposium
Pertemuan
ilmiah untuk mengetengahkan atau membandingkan berbagai pendapatatau sikap
mengenai suatu masalah yang diajukan oleh sebuah panitia. Uraian pendapat
dalam simposium ini diajukan lewat kertas kerja yang dinamakan prasaran.
Dan beberapa prasaran yang disampaikan dalam simposioum harus berhubungan.
d. Konferensi
Pertemuan
yang diselenggarakan oleh suatu organisasi atau badan resmi sehubungan dengan
masalah tertentu. Konferensi biasanya dilakukan untuk mengambil keputusan dan
akan dilakukan tindakkan dari pengambilan keputusan tersebut. Jika konferensi
hanya bertujuan menyampaikan hasil keputusan suatu organisasi atau badan
pemerintah mengenai suatu masalah maka hal tersebut dinamakan dengar pendapat
atau jumpa pers.
e . Lokakarya (Academic Workshop)
Suatu
acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan
mencari solusinya. Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil.
Lokakarya dimulai dengan pandangan umum
tentang masalah yang akan dipecahkan. Sesudah itu, peserta dibagi dalam kelompok-kelompok.
Setiap kelompok didampingi oleh penasehat ahli. Dalam lokakarya, masalah yang
dibahas spesifik, diskusi dan pengkajian sangat terarah dan mendalam secara
teknis, dan kesimpulan/keputusan diambil sebagai hasil lokakarya.
f. Whole Group
Bentuk
diskusi kelompok besar (pleno, klasikal, paripurna dan sebagainya).
g . Buzz Group
Diskusi
kelompok kecil yang terdiri dari (4-5) orang. Diskusi ini biasanya dilakukan
jika peserta berjumlah banyak dan materi yang didiskusikan bermacam-macam.
h. Syndicate Group
Bentuk
diskusi dengan cara membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil yangterdiri
dari (3-6) orang yang masing-masing melakukan tugas-tugas yang berbeda.
i. Brain Storming
Diskusi
iuran pendapat, yakni kelompok menyumbangkan ide baru tanpa dinilai, dikritik,
dianalisis yang dilaksanakan dengan cepat (waktu pendek).
j. Informal Debate
Diskusi
dengan cara membagi kelas menjadi 2 kelompok yang pro dan kontra yangdalam
diskusi ini diikuti dengan tangkisan dengan tata tertib yang longgar
agar diperoleh kajian yang dimensi dan kedalamannya tinggi. Selanjutnya
bila penyelesaian masalah tersebut dilakukan secara sistematis
disebut diskusi informal.Adapun langkah dalam diskusi informal adalah :
(1)
Menyampaikan problema; (2) Pengumpulan data; (3) Alternatif penyelesaian; (4)
Memlilih cara penyelesaian yang terbaik.
k. Fish Bowl
Diskuasi
dengan beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua mengadakan diskusi
untuk mengambil keputusan. Diskusi model ini biasanya diatur dengan tempat
duduk melingkar dengan 2 atau 3 kursi kosong menghadap peserta diskusi.
Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi sehingga
seolah-olah peserta melihat ikan dalam mangkok.
l. Santiaji
Pertemuan
yang diselenggarakan untuk memberikan pengarahan singkat
menjelang pelaksanaan suatu kegiatan.
m . Muktamar
Pertemuan
para wakil organisasi mengambil keputusan mengenai suatu masalah yang
dihadapi bersama.
n. Diskusi Kelompok
Diskusi
dengan anggota kelompok dalam suatu organisasi.
o. Bedah Buku
Kumpulan
pakar-pakar ilmuwan untuk membicarakan hal-hal yg menyangkut
ilmu pengetahuan tertentu yg ada pada sebuah buku yg dianggap sumber.
2.5 Etika dan Estetika Berbahasa dalam Forum Ilmiah
Meskipun awalnya
sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun
perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut mempengaruhi penilaian
terhadap keindahan. Dalam suatu forum ilmiah, kegiatan yang sangat ditonjolkan
adalah kemampuan berkomunikasi. Etika dan estetika dalam suatu presentasi akan
terlihat dari cara dan metode yang digunakan dalam berkomunikasi. Keberhasilan
suatu forum ilmiah adalah, jika pelaku ilmiah dapat berkomunikasi
secara baik dan benar, sehingga informasi ilmiah juga dapat tersampaikan secara
optimal pula. Berikut adalah contoh teknik dan etika
komunikasi yang baik dalam forum ilmiah :
1.Menggunakan kata dan kalimat yang baik menyesuaikan dengan
lingkungan.
2.Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh lawan bicara.
3.Menatap mata lawan bicara dengan lembut.
4.Memberikan ekspresi wajah yang ramah dan murah senyum.
5.Menggunakan gerakan tubuh/gesture
yang sopan dan wajar.
6.Bertingkah laku yang baik dan ramah terhadap lawan bicara.
7.Memakai pakaian yang rapi, menutup aurat dan sesuai dengan
situasi.
8.Tidak mudah terpancing emosi lawan bicara.
9.Menerima segala perbedaan pendapat atau perselisihan yang terjadi.
10. Mampu menempatkan diri dan menyesuaikan gaya komunikasi sesuai
dengan karakteristik lawan bicara.
11. Menggunakan volume, nada, intonasi suara serta kecepatan bicara
yang baik.
12. Menggunakan komunikasi non verbal yang baik sesuai budaya yang
berlaku seperti berjabat tangan, merunduk, hormat atau semacamnya.
Tantangan dalam komunikasi lisan ialah mampu mengendalikan apa
yang terjadi. Ketika mengembangkan setiap bagian dalam pembicaraan sebaiknya
dipikirkan terlebih dahulu kesesuaian pola pikir dan kesinambungannya. Untuk
menjaga agar komunikasi dapat tetap fokus maka dapat dipersiapkan rancangan
alur yang dapat dipergunakan sebagai panduan selama berjalannya presentasi.
Rancangan alur tersebut terdiri dari beberapa bagian, antara lain:
1. Pengenalan/pendahuluan: menit pertama dalam pembicaraan sangat
penting untuk menangkap perhatian dan memupuk rasa percaya diri dan merupakan
penyampaian tinjauan awal isi. Dalam pendahuluan hal-hal penting yang dapat
disampaikan antara lain:
1) Membangkitkan minat pendengar. Hal ini dilakukan dengan
menghubungkan topik dengan kebutuhan dan minat pendengar dan sesuaikan nada
bicara yang ringan-serius.
2) Membangun kredibilitas. Hal ini dengan melakukan perkanalan untuk
menunjukkan reputasi pembicara.
3) Tinjauan awal presentasi. Tinjauan ini berisi kilasan singkat
bahasan materi yang akan dibicarakan.
2. Isi: sebagian besar isi pembicaraan dibatasi menjadi tiga atau
empat butir utama yang meliputi:
1) Menghubungkan gagasan kalimat dan paragraf, dan bagian-bagian
utama. Penekanan dapat diberikan dengan mengulang gagasan kunci, gerak tubuh,
nada, suara atau alat bantu visual.
2) Mempertahankan perhatian pendengar untuk menyampaikkan pemikiran
secara efektif.
3. Penutup: penutup pembicaraan sama pentingnya dengan bagian
pendahuluan karena perhatian pendengar memuncak disini. Penutup harus
meninggalkan kesan yang kuat dan bertahan lama dengan menyimpulkan pembicaraan
yang telah dilakukan.
4.Periode tanya jawab: pembicara harus mendorong pertanyaan sepanjang pembicaraan (Purbasari, 2009).
Estetika dalam suatu presentasi dapat ditunjukkan
dengan menguasai seni penyampaian. Untuk menguasai seni penyampaian maka harus
diperhatikan dan memilih dahulu metode penyampaian presentasi yang akan digunakan. Metode presentasi yang dapat
digunakan antara lain menghafal, membaca, berbicara dari catatan, dan berbicara
tanpa persiapan. Setelah memilih metode yang dapat digunakan lselama
presentasi, kemudian menfokuskan diri kepada usaha-uasaha dalam menguasai seni
penyampaian yang meliputi mempersiapkan diri untuk penyampaian presentasi,
mengatasi kegelisahan, menggunakan alat bantu visual secara efektif, dan
menghadapi pertanyaan.
1. Menyiapkan diri untuk penyampaian presentasi:
1) Meningkatkan rasa percaya diri dengan berlatih.
2) Periksa lokasi untuk presentasi sebelum waktu yang ditentukan.
3) Pertimbangkan perbedaan budaya dengan pendengar.
2. Mengatasi kegelisahan:
1) Siapkan materi lebih banyak dari yang diperlukan.
2) Berlatih sampai benar-benar menguasai materi.
3) Berpikir positif mengenai pendengar, diri sendiri dan apa yang
harus dikatakan.
4) Bayangkan kesuksesan.
5) Atur nafas sebelum berbicara.
6) Hafalkan kalimat pertama yang siap untuk diucapkan.
7) Kendalikan diri dan jangan panik.
3. Menggunakan alat bantu secara efektif:
1) Buat informasi dengan informatif.
2) Bangun rasa ingin tahu.
3) Menyatakan pendapat dan diperjelas.
4) Mempertahankan fokus dan kontak mata dengan pendengar.
4. Menghadapi pertanyaan:
1) Terima pertanyaan dengan ekspresi ramah dan menyenangkan.
2) Jangan terbawa emosi.
3) Jawab dengan tenang dan tegas untuk meyakinkan pendengar.
Dalam berforum ilmiah, akan terlihat lebih indah jika pelaku dalam forum tersebut, baik moderator, pendengar maupun penyaji menyajikan karya ilmiah nya
dengan komunikasi yang baik. Diantaranya adalah, pemilihan kata-kata yang
formal dan santun, penyusunan kalimat yang baik dan teratur, juga penyajian
kata-kata yang lembut namun tetap tegas dan jelas. Penambahan senyuman dalam
suatu forum ilmiah seperti halnya suatu aksen yang dapat memperindah jalannya
diskusi dalam forum ilmiah tersebut (Mussarafah, 2012).
Forum ilmiah merupakan wadah berbagi wawasan
akademik dan media pernyebaran ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dalam
forum ini terdapat beberapa peran yang saling berkontribusi antara satu dengan
yang lain. Peran-peran tersebut antara lain penyaji (pemakalah, referator),
pemandu/moderator (pemimpin forum), penulis/notulen, peserta (audien,
partisipan), dan teknisi. Satu peran saja tidak dihadirkan maka akan mempengaruhi
jalannya forum secara umum. Pada tingkatan tertentu, kegagalan forum dalam
mencapai tujuan yang diharapkan, dapat terjadi apabila peran-peran tersebut
tidak berjalan dengan baik.
Kegagalan
forum ilmiah dalam mencapai tujuan tidak hanya dipengaruhi oleh kealpaan atau
tidak berfungsi optimalnya peran tetapi juga oleh masalah etika. Tidak sedikit
forum ilmiah yang dilaksanakan dengan peran lengkap yang berakhir dengan
kegagalan. Tidak sedikit pula forum ilmiah terselenggara dengan penuh motivasi
dan antusias karena peran-peran yang terlibat di dalamnya berfungsi maksimal.
Akan tetapi, perasaan dikalahkan, dilecehkan, dan dipermalukan menjadi
permasalahan yang berkepanjangan, bahkan setelah forum berakhir. Masalah etika
dalam forum ilmiah benar-benar memegang peran penting dalam mencapai tujuan
forum. Karena itu, masalah ini perlu dijaga. Jika etika forum ilmiah senantiasa
dijaga, bukan tidak mungkin suatu saat nanti perhatian dan penghargaan terhadap
etika berforum ilmiah akan menjadi sebuah tradisi yang melembaga dan membudaya.
Etika forum ilmiah pada dasarnya berkaitan
dengan etika peran dalam forum ilmiah. Bagaimana seharusnya perilaku
benar dan berterima secara moral yang harus diterapkan oleh peran-peran
dalam forum. Sesuai perannya, moderator
diharapkan bersikap moderat selama forum berlangsung. Objektivitas dan
ketidakberpihakan harus benar-benar dipegang teguh oleh moderator. Dalih apapun yang melanggar
prinsip moderat adalah sikap yang tidak berterima secara moral dan sudah barang
tentu melanggar etika forum ilmiah.
Motif pertemanan, hubungan kekerabatan, kepentingan politis, atau
kepentingan ideologis apapun hendaknya dijauhkan. Perilaku prinsip lainnya yang
harus diperhatikan oleh moderator
adalah keadilan, kedisiplinan, dan
keberanian. Keadilan berkaitan dengan pemerataan kesempatan berpartisipasi bagi
seluruh forum. Kedisiplinan bersinggungan dengan manajemen waktu dan manajemen interaksi. Keberanian berhubungan
dengan ketegasan terhadap segala hal
yang kontraproduktif terhadap prinsip keadilan dan kedisiplinan.
Fokus forum seharusnya lebih mengarah pada
permasalahan yang disajikan. Individu atau kelompok yang bertanggung jawab
dalam penyajian masalah/topik forum adalah penyaji. Umumnya penyajian masalah
diskusi dibakubukukan dalam paper, resume
atau makalah. Karena itulah penyaji disebut pula dengan referator atau
pemakalah. Makalah yang disajikan dalam forum ilmiah (misalnya diskusi,
seminar, lokakarya) seharusnya
terdistribusi sebelum forum digelar. Hal ini dilakukan agar forum tidak
lagi disibukkan dengan aktivitas membaca untuk memahami permasalahan dalam
makalah. Dalam kenyataannya, peserta
yang hadir dalam forum lebih memosisikan diri sebagai sekadar penerima
informasi dan penanya atau
pengonfirmasi terhadap informasi yang
belum mereka pahami. Tidak banyak peserta yang hadir dengan pemahaman terhadap
permasalahan supaya forum ilmiah yang diikutinya lebih diintensifkan sebagai
wacana berbagi sudut pandang dan
pemikiran serta berbagi solusi mengatasi
permasalahan (Madya, 2006).
Pada etika penyaji dan peserta kejujuran
menjadi nilai yang wajib ditegakkan oleh
keduannya. Bagi penyaji, segala informasi yang disampaikan secara lisan dan
tulis harus dapat dipertanggungjawabkan. Lebih-lebih menyangkut rujukan dari
informasi akademik yang disampaikan, apakah merupakan buah pemikiran penulis
sendiri atau penulis lain harus jelas disampaikan. Hal yang sama juga berlaku
bagi peserta. Peserta seharusnya secara tulus menyimak segala informasi yang
disampaikan penyaji. Ketidaktulusan ini tampak dalam sikap meminta ulang
penjelasan, misalnya
karena lupa menyimak bagian tertentu
dalam penyajian. Sebaliknya, ketidaktulusan
tampak saat penyaji yang tidak menyimak pertanyaan, kemudian meminta
peserta untuk menyampaikan pertanyaan ulang.
Menanyakan hal yang telah
ditanyakan oleh peserta sebelumnya juga wujud ketidaktulusan peserta. Berikutnya, pertanyaan menguji dari peserta
merupakan contoh lain ketidaktulusan dan ketidakjujuran.
Kemampuan menyimak dan menulis dengan efektif
segala informasi yang ternyatakan dalam forum merupakan persyaratan yang harus
dimiliki oleh seorang notulis. Tidak semua informasi harus direkam secara
tertulis karena hanya informasi penting
yang ditulis. Informasi penting dan utama dalam forum umumnya menyangkut
kesepakatan penting, rekomendasi forum, butir-butir pertanyaan dan tanggapan
yang telah diikhtisarkan serta pemikiran
dan wawasan baru sesuai topik yang mampu menajamkan dan memberi solusi terhadap
permasalahan. Catatan hasil forum yang telah ditata ringkas sebaiknya dibagikan
kembali kepada forum. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada pemilik
gagasan/konsep untuk meluruskan jika ada hal-hal yang kurang tepat.
Peran yang selama ini dipandang sebelah mata
adalah teknisi. Hal-hal yang berkaitan dengan pengoperasian teknologi dianggap
dapat dilakukan atau dikerjakan oleh setiap orang. Kenyataannya adalah banyak
teknisi yang tidak memiliki kompetensi alias tidak profesional. Berdasarkan
kenyataan tersebut maka menjadi
pemandangan yang dianggap wajar jika terdapat penyaji yang menata dan mempersiapkan sendiri
perangkat teknologi LCD sebelum presentasi atau penanya yang terlebih dahulu
mengutak-atik mikroponnya sebelum menyampaikan tanggapan. Seorang teknisi tetap
dibutuhkan untuk mengontrol dan menyelamatkan jalanya forum dari segi
teknologi. Penguasaan teknologi informasi dengan demikian menjadi ciri
profesionalisme peran ini (Madya, 2006).
2.7 Etika Berbahasa dalam Forum Ilmiah
Kualitas pemakaian bahasa Indonesia
dalam forum ilmiah sejauh ini belum memenuhi harapan. Penggunaan bahasa
Indonesia dengan taat asas sering tidak diimbangi dengan kesesuaian
pemakaiannya. Sebaliknya, kesesuaian konteks penggunaan bahasa Indonesia sering
tidak disertai dengan kepatuhan pada kaidah. Permasalahan kedualah yang
lazim ditemukan dalam pelaksanaan sebuah forum ilmiah. Kebiasaan menggunakan
bahasa secara tidak konsisten dianggap sebagai salah satu “biang”
permasalahan. Sistem bahasa gado-gado sudah terprogram sedemikian
rupa sehingga seolah-olah tidak ada sensor kesadaran berbahasa yang
berorientasi kepada kaidah yang semestinya. Penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar menjadi tolok ukur ada tidaknya etika berbahasa Indonesia
dalam forum ilmiah. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan
konteks pemakaiannya. Konteks resmi umumnya melatarbelakangi forum
ilmiah. Dalam konteks ini penggunaan bahasa dikaitkan
dengan masalah kedinasan, keilmuan, dan keakademisan. Pada situasi
seperti ini selain sebagai alat komunikasi, bahasa juga sebagai alat untuk
menyampaikan gagasan. Karena itu, penggunaan bahasa baku merupakan sebuah
keharusan.
Bahasa Indonesia yang benar adalah
bahasa Indonesia yang penggunaannya selalu menaati kaidah baku bahasa
Indonesia. Kebakuan dalam ragam baku bahasa Indonesia meliputi
kebakuan ejaan, peristilahan, kosakata, tata bahasa, dan lafal. Ragam
baku bahasa Indonesia ialah ragam bahasa Indonesia yang tata cara dan tertib
penulisannya mengikuti ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan serta tertib
dalam pembentukan istilahnya yang berpedoman pada pedoman umum pembentukan
istilah bahasa Indonesia. Bahasa baku harus menggunakan kata-kata baku. Selain
itu, bahasa baku harus taat asas pada kaidah ketatabahasaan.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik
dan benar dalam forum ilmiah bermakna memahami secara baik kaidah bahasa
Indonesia dan memahami benar situasi dan karakteristik forum yang
dihadapi sehingga mampu merumuskan ungkapan kebahasaan yang sesuai. Agar dapat menggunakan
bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam forum ilmiah, perlu adanya
sikap positif peserta forum terhadap bahasa Indonesia. Sikap ini
setidaknya mengandung tiga ciri pokok yaitu kesetiaan bahasa, kebanggaan
bahasa, dan kesadaran akan adanya norma bahasa. Kesetiaan adalah sikap yang
mendorong peserta forum memelihara konsistensi berbahasa indonesia. Kebanggaan
bahasa adalah sikap yang mendorong peserta forum untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan percaya diri dan penuh motivasi. Kesadaran adanya norma adalah
sikap yang mendorong peserta forum untuk menggunaan bahasa Indonesia secara
cermat, tepat, santun, dan anggun.
Secara praktis,
etis tidaknya bahasa Indonesia dalam forum ilmiah juga dapat diamati dari
bentuk pengungkapannya. Ungkapan bahasa Indonesia yang tidak mengandung nada
emosional pada saat mempertahankan gagasan sendiri atau menyerang gagasan orang
lain (superior) dapat dikatakan bercirikan etis. Ungkapan bahasa yang
solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau konsep dapat pula
dikatakan etis. Ungkapan bahasa Indonesia yang
tidak mengandung nada dan kata emosional pada saat mempertahankan gagasan
sendiri atau menyerang gagasan orang lain tercermin pada perilaku berbahasa
yang mengindahkan nilai-nilai sopan santun. Dengan memperhatikan sopan santun,
bahasa kekerasan dapat dihindari dan banyak ”muka” yang dapat diselamatkan. Pernyataan
bahasa yang solusif dan argumentatif dalam menentang gagasan atau konsep
bermakna selalu ada rasionalitas di balik ketidaksepahaman, ketidaksependapatan,
dan penolakan terhadap gagasan tertentu. Selain adanya rasionalitas, terdapat
pula pernyataan solusif yang diajukan sebagi alternatif penyelesaian
masalah.
2.8 Etika Peran dan Berbahasa Indonesia dalam Forum Ilmiah
2.8 Etika Peran dan Berbahasa Indonesia dalam Forum Ilmiah
Dalam forum ilmiah, kesadaran penggunaan
bahasa secara verbal yang lemah lembut, santun, sopan, sistematis, teratur,
mudah dipahami, dan lugas belum cukup membudaya. Kesadaran semacam ini
sebenarnya tidak hanya mampu membangun nilai-nilai estetika komunikasi
interaktif dalam forum ilmiah tetapi juga komunikasi dalam kehidupan
sehari-hari.
Ciri formal forum ilmiah menghendaki penggunaan bahasa Indonesia yang taat kaidah dan tepat konteks. Keniscayaan yang demikian bukan berarti tidak menyisakan permasalahan. Bagaimana kebosanan sering dialami peserta forum, tentunya hal ini tidak dapat begitu saja dilepaskan dari faktor pemakaian bahasa. Barangkali terdapat beberapa faktor lainnya yang menimbulkan kejenuhan. Namun, harus diingat bahwa komunikasi interaktif tetap menjadi bagian utama dalam forum ilmiah. Dalam komunikasi interaktif, penggunaan bahasa memegang peran penting. Untuk itu diperlukan pemakaian bahasa yang bercita rasa dan berjiwa.
Bahasa Indonesia yang bercita rasa dan berjiwa, selain mengenal kaidah-kaidah baku juga mengenal perangkat-perangkat pendukung. Salah satu perangkat kebahasaan yang menjadi rujukan agar masyarakat –khususnya masyarakat ilmiah sadar menggunakan bahasa secara indah adalah gaya bahasa dan majas. Gaya bahasa atau majas adalah kemampuan berbahasa yang berkaitan dengan estetika bahasa. Estetika berbahasa bukan semata-mata piranti pelengkap, melainkan pula sebagai bagian dari usaha untuk memperkaya ekspresi agar penggunaan bahasa dalam forum ilmiah tidak hanya baik dan benar tetapi juga menjadi indah dan berdaya guna. Pemakaian gaya bahasa sebagai bagian dari estetika berbahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan kebenaran. Bukan pula ditujukan untuk melebih-lebihkan atau mengurangi fakta. Pemakaian gaya bahasa merupakan upaya etis dan estetis untuk mempertahankan dan memelihara hubungan interaktif yang sehat di antara peserta forum. Dengan cara seperti ini, penghargaan terhadap diri sendiri dan individu yang lain dapat diwujudkan.
Estetika bahasa selanjutnya menghendaki ungkapan bahasa Indonesia yang bertenaga, selektif, dinamis (tidak arkhais), dan tidak klise. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak pendengar. Agar ungkapan dapat bertenaga perlu diupayakan pendayagunaan kata. Pendayagunaan ini pada prinsipnya berkaitan dengan ketepatan memilih kata (selektif) untuk mengungkapkan sebuah gagasan, ide, atau pemikiran. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara.
Pada umumnya, kecenderungan formulaik pada pernyatan kebahasaan tertentu menyebabkan adanya ungkapan bahasa yang klise dan arkhais. Penyebab lainnya adalah kemalasan penutur mengkreasi (memodifikasi) ungkapan atau kata. Akhirnya, keberanian membuat variasi kalimat akan menciptakan ungkapan yang dinamis dan hidup.
Ciri formal forum ilmiah menghendaki penggunaan bahasa Indonesia yang taat kaidah dan tepat konteks. Keniscayaan yang demikian bukan berarti tidak menyisakan permasalahan. Bagaimana kebosanan sering dialami peserta forum, tentunya hal ini tidak dapat begitu saja dilepaskan dari faktor pemakaian bahasa. Barangkali terdapat beberapa faktor lainnya yang menimbulkan kejenuhan. Namun, harus diingat bahwa komunikasi interaktif tetap menjadi bagian utama dalam forum ilmiah. Dalam komunikasi interaktif, penggunaan bahasa memegang peran penting. Untuk itu diperlukan pemakaian bahasa yang bercita rasa dan berjiwa.
Bahasa Indonesia yang bercita rasa dan berjiwa, selain mengenal kaidah-kaidah baku juga mengenal perangkat-perangkat pendukung. Salah satu perangkat kebahasaan yang menjadi rujukan agar masyarakat –khususnya masyarakat ilmiah sadar menggunakan bahasa secara indah adalah gaya bahasa dan majas. Gaya bahasa atau majas adalah kemampuan berbahasa yang berkaitan dengan estetika bahasa. Estetika berbahasa bukan semata-mata piranti pelengkap, melainkan pula sebagai bagian dari usaha untuk memperkaya ekspresi agar penggunaan bahasa dalam forum ilmiah tidak hanya baik dan benar tetapi juga menjadi indah dan berdaya guna. Pemakaian gaya bahasa sebagai bagian dari estetika berbahasa Indonesia bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau menyamarkan kebenaran. Bukan pula ditujukan untuk melebih-lebihkan atau mengurangi fakta. Pemakaian gaya bahasa merupakan upaya etis dan estetis untuk mempertahankan dan memelihara hubungan interaktif yang sehat di antara peserta forum. Dengan cara seperti ini, penghargaan terhadap diri sendiri dan individu yang lain dapat diwujudkan.
Estetika bahasa selanjutnya menghendaki ungkapan bahasa Indonesia yang bertenaga, selektif, dinamis (tidak arkhais), dan tidak klise. Kata bertenaga dengan cepat dapat membangkitkan daya motivasi, persuasi, fantasi, dan daya imajinasi pada benak pendengar. Agar ungkapan dapat bertenaga perlu diupayakan pendayagunaan kata. Pendayagunaan ini pada prinsipnya berkaitan dengan ketepatan memilih kata (selektif) untuk mengungkapkan sebuah gagasan, ide, atau pemikiran. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh pembicara.
Pada umumnya, kecenderungan formulaik pada pernyatan kebahasaan tertentu menyebabkan adanya ungkapan bahasa yang klise dan arkhais. Penyebab lainnya adalah kemalasan penutur mengkreasi (memodifikasi) ungkapan atau kata. Akhirnya, keberanian membuat variasi kalimat akan menciptakan ungkapan yang dinamis dan hidup.
Kesimpulan dari makalah ini
antara lain:
1
Forum
ilmiah merupakan suatu pertemuan yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa ataupun
pelaku pelaku-pelaku ilmiah lainnya, yang berfungsi sebagai sarana
penyebaran informasi ilmiah, baik secara konseptual maupun prosedural.
2
Jenis
forum ilmiah antara
lain:diskusi
panel, seminar, simposium, konferensi, lokakarya (workshop), whole group. buzz
group, syndicate group, brain
storming, informal debate,
fishbowl, santiaji, muktamar, diskusi kelompok, dan
bedah buku.
3
Etika adalah berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau
kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang
telah dilakukan.
4
Estetika adalah ilmu keindahan atau ilmu yang mempelajari
keindahan, kecantikan secara umum.
5
Etika dan estetika dalam suatu presentasi akan terlihat dari cara
dan metode yang digunakan dalam berkomunikasi.
6
Etika peran dalam forumilmiah meliputi moderator, penyaji,
pendengar, notulis, dan teknisi.
7
Etika berbahasa dalam forum ilmiah ialah penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam forum ilmiah bermakna memahami
secara baik kaidah bahasa Indonesia dan memahami benar situasi dan
karakteristik forum yang dihadapi sehingga mampu merumuskan ungkapan
kebahasaan yang sesuai.
8
Etika dan peran dalam berbahasa
Indonesia ialah penggunaan bahasa Indonesia yang taat kaidah dan tepat konteks.
Sebaiknya mahasiswa dapat
menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dengan baik dan dapat
memanfaatkannya sebagai salah satu hal terpenting yang menentukkan keberhasilan
dalam sebuah presentasi forum ilmiah.
Alwi,
Hasan. 2006. Bahasa Indonesia: Pemakai dan Pemakaiannya. Jakarta: Pusat Bahasa.
Hakim, Retty N. 2007. Mari Berbahasa (Indonesia) dengan Baik dan Benar (2) (online) http://www.wikimu.com. Diakses 11 Maret 2013.
Hakim, Retty N. 2007. Mari Berbahasa (Indonesia) dengan Baik dan Benar (2) (online) http://www.wikimu.com. Diakses 11 Maret 2013.
Haryanta,
Kasdi. 2009. Presentasi ilmiah.
(online).
http://kasdiharyanta-kasdih.blogspot.com/2009/09/teknik-presentasi-ilmiah.html.
Karnita.
2007. Berbahasalah dengan Sopan dan
Santun. Pikiran Rakyat, hal.4.
Madya, Suwarsih. 2006. Etika dalam Forum Ilmiah. Makalah, Disajikan dalam Lokakarya Nasional Dosen MPK Bahasa Indoensia, 13-15 Mei
di Jogjakarta.
Mussarafah,
Arra. 2012. Jenis-jenis Forum Ilmiah. (online). http://arramusyarrafah.blogspot.com/ 2012/03/jenis-jenis-forum-ilmiah.html.
Diakses tanggal 10 Maret 3013.
Purbasari,
Niken. 2009. Presentasi Bisnis 2.
Pusat Perkembangan bahan Ajar
Sriyanto.
2007. Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar. (online) http://www.pontianakpost.com. Diakses 14 Mei 2008.
Sulistyo, Bambang. 2001. Teknik Dan Etika Diskusi Ilmiah. Jakarta.